"NAKAL"
Ini
tentang seorang murid di salah satu sekolah swasta di kota Jombang. namanya
Mahendra murid kelas XII pada saat saya bertugas praktek mengajar langsung. Dia
pecinta sejarah Indonesia dan kebebasan, menentang ketidak adilan tentang
kesadisan perlakuan orde baru terhadap PKI. Itu sedikit yang saya tahu setelah
beberapa kali ngobrol dengannya.
Awalnya
begini, seingat saya pada waktu itu bulan Ramadhan, pada waktu itu kegiatan
belajar mengajar untuk pelajaran umum ditiadakan, fokusnya pada pembelajaran
tentang agma islam yang disebut pondok ramadhan. Jadwal masuk tiap jenjang
kelas dibedakan dengan tujuan pembelajaran dapat menanamkan sikap dan keimanan
terhadap Tuhan bisa lebih dimaksimalkan. Saya masih ingat betul waktu itu, kita
mahasiswa berjumlah 20 orang dari Universitas ternama dalam bidang pendidikan
dikirim ke sekolah yang dipandang sebelah mata oleh warga Jombang termasuk saya
salah satu warga Jombang ketika masih duduk sebagai siswa. Memang sekolah
dengan lebel sekolah Negeri lah yang menjadi favorid murid dan wali murid.
Kembali
ke Mahendra, dia selayaknya murid-murid lain yang ikut rangkaian kegiatan
pondok ramadhan. Perkenalan pertama saya dengan kondisi sekolah dimulai dari
ketika melihat dia dalam kondisi di pojokan oleh dua orang guru karena ketahuan
membawa sebungkus rokok. Ketika itu saya curi-curi pandang kepengen tahu apa
yang terjadi. Dengan sengaja saya menguping dan memperhatikan yang dilakukan antara
guru dan murid itu. Perselisihan diwali dari pertanyaan yang diajukan salah
seorang guru kepada Mahendra, “kamu merokok di sekolah ya?apa kamu tidak
berpuasa?” “saya tidak merokok di sekolah bu” jawabnya tegas. “terus ini apa?”
sambil menghadapkan bungkusan rokok berwarna hijau yang orang menyebutnya rokok
kretek.”ini rokok bu, milik saya. Tapi saya tidak merokok di sekolah” dengan
keringat mengucur karena cuaca panas dan sedikit tegang suasana saat itu, ”ini
buktinya” dengan sedikit ketakutan, entah apa yang dia takutkan dia menjawab,
“ini memang rokok saya tapi saya tidak
merokoknya di sekolah”. Dengan emosi guru itu terus memaki si murid yang
menurut saya itu kurang bijaksana. Ada satu pernyataan yang mungkin mebuat guru
semakin emosi tapi justru membuat saya semakin inggin mengikuti kisah mereka, tanya
guru “apa kamu tau aturan di sekolah, kalau tidak boleh merokok di sekolah?” dengan enteng dia hanya
menjawab “saya tidak merokok di sekolah, saya hanya membawa rokok ke sekolah,
apa ada yang salah? ibu tidak ada bukti kalau saya merokok di sekolah”.
Kemudian
dalam benak saya bertanya-tanya, apakah murid yang melanggar peraturan adalah murid
yang nakal?. Saya tahu peraturan dibuat sedemikan rupa adalah untuk preventif
terhadap hal-hal yang melanggar norma yang berlaku, hal-hal yang dianggap tidak
wajar atau tidak biasa di lihat.
Tapi
bagaimana dengan ketegasan sikap dan keberanian Mahendra untuk menyampaikan
pendapatnya? Apakah hal yang semacam itu juga disebut nakal?
Apakah
semuanya harus seperti biasanya?
Apakah
seperti itu tujuan dari pendidikan di Indonesia?
Tuntutan
“nilai” baik kah yang diminta oleh dinas terkait?
Lulus
ujian negara dengan standar yang disama ratakan setiap sekolah dan setiap
siswa.
Terus
bagaimana dengan mimpi anak didik yang mimpinya tidak termasuk dalam standar ujian
negara?
Haruskah
mereka menghapus mimpinya dan memaksakan untuk punya mimpi yang sama dengan
ketetapan ujian negara?
Haruskan
mereka terus terbelenggu dalam sistem yang menuntut mereka untuk menjadi apa
yang tidak mereka ingginkan?
Seketika
itu saya teringat semasa saya seusia Mahendra ketika menjadi murid. Ketika itu
saya hanya terkungkung untuk mematuhi peraturan yang ada dan inggin mendapat “nilai”
yang baik. Pada saat itu saya berfikir, saya akan sukses nanti dan
membahagiakan orang tua ketika saya belajar dengan rajin semua pelajaran yang
ada di sekolah. Tanpa memedulikan kesenangan saya terhadap hal lain. Tanpa
berani mengambil sikap atau belajar memutuskan sesuatu untuk memperjuangkan apa
yang saya ingginkan. Selama ini saya terpenjara dengan mimpi yang sewajarnya
yang tercipta secara sengaja ketika saya sekolah dulu.
Sebagian
besar dari kalian mungkin dalam kondisi seperti yang saya alami, ketidak
beranian untuk berdiri pada apa yang dianggap benar dan nyaman tapi
bertentangan dengan kondisi yang ada di sekitar kita. Apakah suatu penyesalan
merupakan sesuatu yang berarti?Tidak kawan, bersyukurlah dan yakinlah bahwa
Tuhan tidak pernah salah dalam menempatkan hambaNya.
Crito 2 tahun yang lalu ya..
BalasHapusyuman...
BalasHapussudah lama ternyata waktu yg terlewatkan