Semax
Tik tik tik...gerimis manis menemaniku selama perjalanan menuju pos 2 gunung Merbabu. Kali ini cuaca sedang tak bersahabat, membuat langkahku sempoyongan menahan beban carier yang semakin lama semakin terasa berat. Jas hujan yang katanya anti air tak dapat menghalau dinginnya hujan yang seolah ingin menemaniku sepanjang perjalanan.
"Kau memang maha asyik Tuhan, hujan pun kau hadirkan untuk menemaniku yang seorang diri ini" ucapku dalam hati.
Hamparan hijau bebukitan yang kulihat 4 tahun silam, kini terhalang kabut. Aku memang ingin bernostalgia dengan Merbabu, rinduku yang tak dapat kubendung. Aku berencana bertemu dengan Semax di pos 2. Semax adalah kawan terbaiku dalam pendakian. Lelaki dengan hati yang sangat besar dan sangat pintar dalam menempatkan dirinya.
Ditengah dinginnya hujan, aku mulai merindukan istriku, yang kutinggalkan dirumah dengan janin yang mulai membesar. Gerimis mulai reda, mataharipun mulai terlihat. Hamparan hijau yang menyejukkan jiwa serta segarnya udara pegunungan seolah memberikan energi berlipat untuk aku jalan lebih cepat menuju pos 2 dan bertemu dengan kawan lama ku.
Pos 2 pun sudah terlihat, tenda-tenda berjejer dengan rapi. Aku berjalan sedikit melambat sesekali melihat tenda untuk mencari Semax. Ternyata dia ada di tenda oranye di bawah pohon besar. Senyum sumringah menyambutku dan seolah menghilangkan rasa lelah setelah menempuh perjalanan panjang.
"Sehat bray, bahagia bray" tanyaku.
"Sehat grembyobyos bray, bahagia secukupnya saja, sedih juga seperlunya saja" ucapnya.
Dia memang terlihat sangat bahagia, senyumnya memancarkan kebahagian yang seolah muncul dari hatinya. Ditemani kopi hitam kami pun ngobrol tentang kehidupan masing masing setelah menikah. Malam itu terasa singkat, mungkin karena kami sudah lama tak bertemu dan ngobrol seasyik ini. Rencanya besok pagi kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dan langsung turun. Waktu kami sangat terbatas, karena tuntutan pekerjaan.
Ternyata semesta tak merestui kami, banyak pendaki lain yang turun karena di atas sedang badai dan disarankan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Kami pun memutuskan turun dan kembali pulang. Meskipun tak sampai puncak toh rinduku sudah terobati untuk menginjak di tanah Merbabu.
"Puncak memang harapan setiap pendaki, tapi kembali pulang dengan selamat adalah tujuan kita" ucap Semax. Aku pun tersenyum heran, sembari berucap "mimpi apa kamu bisa ngomong gitu"..
"mimpi bertemu bidadari di surga" ucapnya. Tawa pun lepas dan kami melanjutkan perjalanan menuju pos perijinan.
Kami berpisah di pos perijinan, Semak menuju Klaten dengan sepeda motornya dan aku harus menempuh perjalanan panjang menuju Surabaya. Dalam perjalanan setelah ada sinyal, aku segera memberi kabar istriku. Aku yakin dia sedang sangat cemas, selama hamil memang dia sedikit berlebihan khawatirnya. Beberapa chat dari beberapa aplikasi masuk dan membuatku sibuk membukanya satu persatu. Ada satu chat yang membuatku terhentak dan seolah waktu berhenti beberapa saat. Ada kabar bahwa Semak telah meninggal dunia 2 hari yang lalu. Aku pun terdiam dan seolah tak percaya. Kupastikan kebenaran kabar tersebut dan aku masih tidak percaya. Beberapa teman yang mengenal Semak membenarkan kabar tersebut. Tubuhku melemas, energiku tersedot habis, hatiku tetap tidak percaya akan berita tersebut. Logikaku tak bisa diajak beradu untuk mencernanya. Dadaku terasa sesak seolah beban dalam bus menimpaku.
"Kau memang orang baik, Tuhan sangat sayang padamu, terimakasih untuk perjalanan-perjalanan
yang sangat menyenangkan terimakasih" ucapku lirih sambil mengatur nafasku yang terasa berat.
"Kau memang maha asyik Tuhan, hujan pun kau hadirkan untuk menemaniku yang seorang diri ini" ucapku dalam hati.
Hamparan hijau bebukitan yang kulihat 4 tahun silam, kini terhalang kabut. Aku memang ingin bernostalgia dengan Merbabu, rinduku yang tak dapat kubendung. Aku berencana bertemu dengan Semax di pos 2. Semax adalah kawan terbaiku dalam pendakian. Lelaki dengan hati yang sangat besar dan sangat pintar dalam menempatkan dirinya.
Ditengah dinginnya hujan, aku mulai merindukan istriku, yang kutinggalkan dirumah dengan janin yang mulai membesar. Gerimis mulai reda, mataharipun mulai terlihat. Hamparan hijau yang menyejukkan jiwa serta segarnya udara pegunungan seolah memberikan energi berlipat untuk aku jalan lebih cepat menuju pos 2 dan bertemu dengan kawan lama ku.
Pos 2 pun sudah terlihat, tenda-tenda berjejer dengan rapi. Aku berjalan sedikit melambat sesekali melihat tenda untuk mencari Semax. Ternyata dia ada di tenda oranye di bawah pohon besar. Senyum sumringah menyambutku dan seolah menghilangkan rasa lelah setelah menempuh perjalanan panjang.
"Sehat bray, bahagia bray" tanyaku.
"Sehat grembyobyos bray, bahagia secukupnya saja, sedih juga seperlunya saja" ucapnya.
Dia memang terlihat sangat bahagia, senyumnya memancarkan kebahagian yang seolah muncul dari hatinya. Ditemani kopi hitam kami pun ngobrol tentang kehidupan masing masing setelah menikah. Malam itu terasa singkat, mungkin karena kami sudah lama tak bertemu dan ngobrol seasyik ini. Rencanya besok pagi kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dan langsung turun. Waktu kami sangat terbatas, karena tuntutan pekerjaan.
Ternyata semesta tak merestui kami, banyak pendaki lain yang turun karena di atas sedang badai dan disarankan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Kami pun memutuskan turun dan kembali pulang. Meskipun tak sampai puncak toh rinduku sudah terobati untuk menginjak di tanah Merbabu.
"Puncak memang harapan setiap pendaki, tapi kembali pulang dengan selamat adalah tujuan kita" ucap Semax. Aku pun tersenyum heran, sembari berucap "mimpi apa kamu bisa ngomong gitu"..
"mimpi bertemu bidadari di surga" ucapnya. Tawa pun lepas dan kami melanjutkan perjalanan menuju pos perijinan.
Kami berpisah di pos perijinan, Semak menuju Klaten dengan sepeda motornya dan aku harus menempuh perjalanan panjang menuju Surabaya. Dalam perjalanan setelah ada sinyal, aku segera memberi kabar istriku. Aku yakin dia sedang sangat cemas, selama hamil memang dia sedikit berlebihan khawatirnya. Beberapa chat dari beberapa aplikasi masuk dan membuatku sibuk membukanya satu persatu. Ada satu chat yang membuatku terhentak dan seolah waktu berhenti beberapa saat. Ada kabar bahwa Semak telah meninggal dunia 2 hari yang lalu. Aku pun terdiam dan seolah tak percaya. Kupastikan kebenaran kabar tersebut dan aku masih tidak percaya. Beberapa teman yang mengenal Semak membenarkan kabar tersebut. Tubuhku melemas, energiku tersedot habis, hatiku tetap tidak percaya akan berita tersebut. Logikaku tak bisa diajak beradu untuk mencernanya. Dadaku terasa sesak seolah beban dalam bus menimpaku.
"Kau memang orang baik, Tuhan sangat sayang padamu, terimakasih untuk perjalanan-perjalanan
yang sangat menyenangkan terimakasih" ucapku lirih sambil mengatur nafasku yang terasa berat.
Tidak ada komentar: