Ads Top

Pagi yang Syahdu

Pagi ini sedikit berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya, dimana pagiku seperti masa injury time pertandingan final sepak bola dengan skor imbang. Aku harus berlarian memasak untuk menu sarapan dan bekal makan siang mas Wahyu. Terkadang Lestari ikut andil dalam kerunyaman pagi dengan rengekan yang kadang membutuhkan kelapangan hati untuk menghadapinya. Namun berbeda dengan pagi ini. Pagi ini terasa sejuk, tak ada yang dikejar waktu, padahal sejatinya waktu akan tetap sama semenjak ditemukannya hitungan atasnya.
Pagiku ditemani teh panas dan genjrengan mas Wahyu. Didampingi buku bergizi dari Fawaz  berjudul “Yang Menyublim di Sela Hujan”. Buku yang sesekali memaksa air mata ini mengalir. Ditambah iringan lagu dari puisi Umbu Landu Paranggi yang berjudul “Apa ada angin di Jakarta”. Seolah semakin menambah syahdu hati ini. Dengan khidmat kunikmati tiap lirinya dan genjrengan merdu yang memang sudah beberapa kali dipelajari mas Wahyu dan kemudian ketemu nada terenak menurutnya. Kutatap mas Wahyu dalam kosong, sambil membayangkan dan memikirkan lirik terakhir dari puisi itu, “Pulanglah ke desa membangun esok hari”. Kemudian mas Wahyu membuyarkan lamunanku “piye enak? Sambil menatapku “Ya enak” jawabku masih tersisa air mata dalam muka.
Obrolan kami terbatas karena suaraku sedang serak dan tenggorokan terasa sakit. Mungkin hanya sesekali kami berbincang perihal buku dan pendidikan. Akhir-akhir ini mas Wahyu lagi gandrung membaca buku. Kegandrungan ini baru kutemukan setelah hampir 4 tahun hidup bersamanya. Selain kegemarannya naik gunung, bersepeda bersama Selena, bermain gitar, ternyata membaca buku juga membuatku bahagia. Akan ada banyak bahan yang kita perbincangankan untuk menikmati senja yang akan  menua. Pagi yang syahdu sebagai bekal untuk kita melangkah dan menjalankan peran masing-masing.
Selamat pagi mas..
Selamat bersenang-senang dengan pilihan yang telah diambil.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.