Review "Arok Dedes" (Pramoedya Ananta Toer)
Judul Buku : Arok Dedes
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Arok Dedes, buku ini berisi tentang kisah perjuangan Arok dan Dedes tokoh utama yang berjuang menumpas ketida adilan di Tumampel. Latar cerita yang ditulis adalah jaman kerajaan Kediri dan kejayaan Tumapel yang dipimpin oleh Tungul Amentung. Tungul Amentung merupaka akuwuh yang dipilih oleh kerajaan kediri bergelar sudra yang di satriakan. Tokoh antagonis yang digambarkan dengan sifat rakus, sadis, dan sewenang-wenang.
Konflik terjadi tat kala Tungul Amentung ingin memperistri Dedes, anak perawan Mpu Parwa dari golongan brahmana yang dihormati. Kaum brahmana menempati kasta tertinggi karena kekayaan wawasannya dan diangap dekat dengan para dewa. Dedes dipaksa dan diculik dari hutan dekat rumahnya, ketika sang bapak sendang menghadiri sidang kaum brahmana.
Setelah serangkaian acara pernikahan dilakukan, jadilah Dedes prameswari Tumampel dan diberi gelar Ken oleh yang mulia Belangkaka yang merupakan brahmana wakil kerajaan Kediri. Mpu Parwa geram begitupun kaum brahmana lain yang ketika itu mengikuti sidang. Akhirnya dalam sidang diputuskan untuk melakukan perlawanan dan menumpas ketidak adilan yang dilakukan Tungul Amentung. Dalam sidang juga diputuskan bahwa perlawanan kaum brahmana akan diemban oleh Arok, seorang syiwa yang menjadi murid Lohgawe, petinggi kaum brahmana yang sangat dihormati.
Perlawanpun digencarkan, meski sedari dulu Arok telah melakukan perlawanan dengan merampok harta sitaan yang dilakukan oleh Tunggul Amentung kepada rakyat Tumampel. Singkat cerita Arok diminta untuk menjadi prajurit Tumampel yang bertugas melindungi Tungul Amentung dan Ken Dedes karena kondisi Tumampel yang sedang tak stabil karena banyaknya perampok harta sitaan. Sebagai prajurit Tumampel, Arok juga menjadi pimpinan kaum yang melawan Tungul Amentung. Kaum yang terdiri dari berbagai kasta, agama, golongan dari semua penjuru di Tumampel. Sandiwara perang dikemas apik oleh Arok, yang seolah mereka sedang berperang namun sejatinya tidak. Mereka justru menyerang prajurit dari Tumampel. Selain dari pasukan yang dipimpin Arok, ada golongan lain yang ingin menjatuhkan Tungul Amentung dan mengantikan posisinya sebagai akuwuh, dan mereka adalah orang terdekat dari Tungul Amentung. Ditambah bumbu kisah percintaan para tokoh yang membuat semakin asyik cerita yang disajikan.
Membaca buku ini ada beberapa hikma yang dapat aku petik. Pertama adalah tentang menghargai setiap pilihan orang dalam beragama, yang diceritakan lewat beberapa kaum yang menyembah dewa yang berbeda bahkan ada yang menyembah para leluhurnya. Bahwa semua mahkluk sejatinya sama di hadapan Tuhannya. Kedua tentang kemuliaan dalam mengemban sebuah amanah, yang tak hanya memikirkan kesenangan pribadinya yang digambarkan oleh Tungul Amentung dan Yang Suci Belakangka. Yang ketiga adalah kegigihan Arok untuk belajar dalam banyak hal, tanpa membatasi siapaun gurunya. Dan yang terakhir adalah kekuatan terbesar dari sebuah bertempuran adalah kerjasama yang terjalin. Kesamaan visi dan misi untuk mencapai tujuan yang sama menjadikan kekuatan yang mahadasyat dalam menghadapi medan apapun dan siapapun musuhnya.
Roman ini enak untuk dibaca, kedetailan latar dan peristiwa yang disampaikan membuat aku seolah merasakan sensasi setiap peristiwanya. Perasaan ngilu, sedih, bahagia aku rasakan ketika menikmati lembar demi lembarnya. Menurutku buku ini sangat layak dijadikan menu wajib bagi mereka yang sedang belajar sejarah.
Tidak ada komentar: