Cerita Selena #2 Bukit Ongakan
Pagi ini udara
sangat dingin, angin bertiup perlahan dan merasuk melalui celah pori-pori. Selena nampak tergolek murung dan berdebu.
Seolah memanggilku untuk mengajaknya berkencan. Memang hari ini aku berencana
untuk bertamasya berdua bersama Selena.
Setelah sekian
lama tidak bertemu Selena, akhirnya bisa juga kencan bersamanya. Kali ini
Ongakan yang menjadi tujuan kami. Ongakan adalah salah satu bukit di kawasan
gunung Kelud, secara administrasi masuk wilayah kecamatan Kepung kabupaten Kediri.
Nama Ongakan ini diambil dari bahasa Jawa "mengongak" yang berarti
melongok atau melihat. Konon katanya tempat ini dahulunya digunakan sebagai
tempat untuk melihat aktifitas Gunung Kelud. Sudah lama sekali aku mendengar
kabar tentang keindahan bukit Ongakan atau sering juga disebut bukit kura-kura.
Gowes ke Ongakan membutuhkan waktu
sekitar 10 jam berangkat dari Kertosono. Ini termasuk perjalanan panjang, maka semua hal
harus dipersiapkan dengan matang. Kondisi fisik dan sepeda harus dalam keadaan
baik. Tepat pukul 5:30 aku mulai perjalanan ditemani dingin yang seolah menusuk
ke tulang. Perjalanan ke Ongakan sunguh
sangat menarik, sebelum melewati jembatan Papar
aku ditemani “tangkis” membumbung
tinggi tertutup rumput. Selepas jembatan
Papar rute masih lurus dan lumayan sepi sampai pada perempatan Plemahan yang
mulai terlihat kesibukan para penjual dan pembeli yang melakukan transaksi.
Sekitar satu setengah
jam mengayuh pedal sampailah di Pare, kecamatan yang terkenal dengan kampung
Inggrisnya. Akupun rehat sejenak untuk sarapan. Sekitar pukul 08.00 aku
melanjutkan perjalanan menuju desa Siman, kemudian dari desa siman menuju desa Besowo.
Asyiknya bertamasya bersama Selena. Memang benar apa kata
Shagy Dog hahaha.
🎶Jalan-jalan di akhir pekan lihat ke kiri dan ke kanan, pohon-pohon dan burung-burung semua menyambut riang.🎶
Keasyikan
bertambah ketika menuju desa Besowo, desa yang secara administrasi sebagai
pemilik sang bukit Ongakan. Jalur mulai menanjak dan melelahkan. Jalannya sudah
beraspal dan lumayan ramai oleh kendaraan bermotor. Yang membuat lebih asyik
ketika itu, cuaca lumayan panas membuatku dehidrasi dan kepalaku mulai terasa
“klemun-klemun” rasanya ngeri-ngeri sedap gimana gitu.
Selain bukit
Ongkan, yang menarik dari desa Besowo adalah toleransi antar umat beragama.
Terlihat jelas keakrabannya, ada masjid yang lokasinya bersebrangan dengan
gereja. Sekitar 200 meter dari lokasi masjid ada pure yang mendongak tinggi.
Sungguh asyiknya perbedaan yang menandakan betapa kaya negeri ini.
Sekitar pukul
10:00 aku sampai di desa Besowo dusun Besowo timur jalannya mulai sepi, jalur
extream tersuguh lengkap dengan keindahan panoramanya menamdakan bukit Ongkan
sudah di depan mata. Ada banyak tanjakan dan turunan extream yang harus
dilalui. Ada satu turunan yang sangat curam, membutuhkan konsentrasi tinggi dan
harus pandai pegang kendali atas Selena. Ketika melewati turunan ada sensasi
tersendiri yang ditawarkan “ I feel free and flaying”, itu salah satu
kerindukan yang sering kurasakan ketika pergi bersama Selena.
Setelah melewati
dusun yang lumayan padat dengan rumah penduduk sampailah pada perkebunan. Tak
sampai setengah jam perjalanan melewati perkebunan sampailah pada hutan. Hutan
dengan kanopi rapat yang membuat adem jiwa dan sanubari. Pohon-pohonya
berdiameter besar dan berusia ratusan tahun. Ketika itu hutan sepi, kadang
terlihat beberapa orang yang sedang mencari kayu. Rimbun dan sunyinya
menginggatkanku pada Argopuro. Ada dua ekor babi hutan yang melintas di
depanku, dan melihat mereka berlari kencang membuatku sangat bahagia. Hutan
menuju Ongakan lokasinya sangat dekat dengan pemukiman, aku membayangkan betapa
asyik penduduk sekitarnya. Dengan kadar toleransi yang sangat tinggi hidup
berdampingan dengan keberagaman dan hutan yang menyimpan sejuta misteri.
Sekitar dua jam
perjalanan menuju puncak bukit Ongakan. Puncaknya sudah dikelolah oleh dinas
setempat. Ada beberapa warung dan musola yang berbaris rapi bersebrangan dengan
tempat parkir. Tersedia beberapa spot selfi yang saat ini menjadi daya tarik
tersendiri untuk wisatawan. Di puncak pemandanganya menarik, degradasi warna
hijau yang mendominasi menunjukan rimbunya hutan di bukit sebelahnya. Sesekali
terdengar gemericik air dari bukit seberang yang menjadi jalan lahar ketika
gunung Kelud erupsi. Bukit-bukit kecil di bawah bukit ongakan seolah sedang
mengodaku memintaku kesana dan menjamahnya. Ah mungkin suatu saat kita kesana
Selena.
Tidak ada komentar: