Kisah " Revolusi Mbajak Sawah"
Sepekan di Kertosono banyak hal baru yang Lestari pelajari terutama tentang sawah. Kebetulan waktu itu pas musim panen tebu. Ia mulai melihat tahapan proses tanaman tebu. Yang tadinya tebu menjulang tinggi memenuhi sawah selang dua hari kemudian mulai habis dipangkas. Pernah beberapa kali melihat proses tebu ditebang, ketika melintas sebuah sawah ada sekelompok tukang tebang yang sedang asyik memainkan aritnya. Entah dia tahu atau tidak yang jelas dia sangat menikmati ketika di ajak jalan-jalan melihat sawah. Lestari juga bersuka cita dengan adanya truk yang melintas dengan tumpukan tebu, kegembiraannya mungkin tak sepadan seperti para petani tebu yang sedang menunggu hasil panen selama satu tahun lamanya.
Ada kebiasaan yang Lestari lakukan ketika sepekan di Kertosono. Ia sangat suka bermain di emperan toko milik utinya. Meskipun angin sedang menari kencang di awal musim penghujan, namun lestari selalu engan jika di ajak masuk ke dalam rumah. Dan ketika ada truk yang melintas dia akan berteriak kepadaku “tuk, tuk bu” dan kemudian loncat kegirangan. Selain truk ada juga yang menarik perhatiannya, yaitu bajak dengan tenaga sapi.
Sekitar pukul 10.00 selalu ada bajak sapi yang melintas depan rumah. Bentuknya seperti cikar, ada semacam gerobak yang ditarik oleh dua ekor sapi dengan pak tua yang sedang asyik duduk di belakangnya sambil menghisap rokok berbungkus klobot. Awalnya Lestari hanya terdiam sambil ngowoh terpanah heran, karena itu pengalaman pertama melihatnya. Sekitar 200 meter sudah lepas dari pandangan matanya, dia mulai bertanya itu apa. Di hari berikutnya ketika ia melihatnya lagi langsung bilang “numpak bu, numpak”. Aku hanya tersenyum, sebenarnya ada keinginan untuk naik juga, karena seumur-umur aku belum pernah mencobanya. Namun keinginan itu ditepis oleh rasa sungkan. Pasti mereka sedang capek setelah dari subuh sudah asyik bermain mengitari sawah. Mungkin lain kali nak, kita ada kesempatan untuk menikmati itu, eh kamu deng nduk masak ibu juga hahaha.
Selang beberapa hari kemudian, ketika mas Wahyu pulang aku mulai bercerita tentang itu. Mas Wahyu mulai bercerita tentang nbajak/ngeluku. Yah salah satu elemen penting dalam proses mengarap sawah. Aku tak tahu banyak tentang sawah, mas Wahyu pun tak begitu paham tentang sawah. Dia mulai bercerita sependek yang dia tahu.
“Awalnya cangkulah yang menjadi senjata untuk petani dalam ikhtiar menyuburkan tanah garapannya. Tenaga manusia sangat berharga meskipun dengan upah yang relatif rendah jika di banding dengan tenaga yang dikeluarkan (sawangane). Metode mencangkul kian terkikis seiring berkembangnya teknologi. Meski ada beberapa kondisi tertentu yang masih membutuhkan tanah untuk dicangkul.
Foto : konfrontasi.com |
Setelah cangkul, bajak memanfaatkan hewan sebagai penarik bajaknya. Hewan yang digunakan biasanya sapi dan kerbau, karena mereka tergolong hewan bertenaga besar dan jinak. Di Kertosono masih lumayan bayak yang mengunakan bajak dengan tenaga hewan, seperti yang dinanti lewat oleh Lestari setiap harinya.
Seiring dengan dengan berkembangnya teknologi, peralatan pertanian juga berkembang pesat. Setelah mengunakan tenanga manusia dan hewan kini membajak sawah banyak mengunakan tenaga mesin traktor. Ini lebih memudahkan dan menghemat tenaga dan juga waktu. Mesin traktor pun bervariasi.”jelasnya padaku.
Foto : indoagribiz.com |
Aku mulai tertarik untuk mencari tahu tentang kelanjutan cerita mas Wahyu, aku mulai berbincang dengan ibu mrtuaku, yang sedari kecil melihat dan terlibat dalam pertanian. Aku bertanya tentang traktor besar yang baru pertama kulihat kala itu, ibu menyebutnya luku balas. Ibu mulai bercerita tentang luku balas, katanya dulu luku balas hanya dimiliki oleh desa, secara bergiliran akan sewa untuk mengarap sawah. Dan tak semua petani mengunakannya, mungkin faktor sewa yang lumayan besar kala itu. Namun sekarang luku balas sudah menjadi sebuah bisnis baru, dengan disewakan alat sekaligus operatornya. Harga sewanya pun relatif sama dengan dengan traktor tangan jika dihitung waktu dan upah untuk membayar tukangnya.
Sekelumit cerita tentang bajak sawah, yang baru aku tahu setelah menikah dan punya anak. Ada banyak hikmah yang dapat kuambil ketika tahu cerita tentang pertanian. Ada serentetat proses yang harus mereka lalui untuk mendapatkan beras, yang dengan mudah dapat kubeli dan kadang dengan sengaja tak bertangung jawab membuangnya ketika sudah berubah menjadi nasi.
Kertosono, September 2018.
Tidak ada komentar: