Ads Top



Aku berjalan menembus malam yang terasa dingin sambil sesekali memandang bulan. Rencananya aku akan bermalam di pos Mata Air Satu. Estimasi waktu yang dibutuhkan sekitar 6 jam perjalanan. Aku hanya seorang mungkin akan lebih cepat dari estimasi waktu biasanya, pikirku kala itu. Dalam lelah aku merasa semakin kesepian. Langkahku terasa berat seiring bertambahnya waktu. Kali ini pendakian yang tak kurencanakan secara matang. Tak ada persiapan fisik khusus yang aku lakukan. Tidak seperti pendakian – pendakian sebelumnya, yang kusiapkan minimal 2 bulan sebelum keberangkatan. Entah setan apa yang merasukiku. Aku tak menyangka akan senekat ini. Yang kutahu Argopuro terkenal dengan mistisnya, cerita tentang Dewi Rengganis yang selalu terngiang selama perjalanan. Serasa Dewi Rengganis sedang menertawakan kesendirianku.
Tepat pukul 01.00, kaki dan mataku tak bisa diajak berkompromi. Rasa lelah yang teramat memaksaku harus mencari tempat untuk mendirikan tenda meskipun target untuk hari ini adalah pos Mata Air Satu. Tapi aku tak kuasa untuk terus berjalan menyelesaikan target. “oke, sampai disini dulu, persetan dengan Mata Air Satu, hai Dewi Rengganis” ucapku dengan lantang untuk menghibur kesendirianku. Malam itu masih sangat terang oleh rembulan, pohon – pohon tinggi terlihat menjulang memberi keangkuhan pada hutan hujan tropis yang dikuasi oleh sang dewi.
Malam itu aku begitu lelap tertidur, sang suryalah yang membangunkanku lewat hangatnya di balik rimbunanya kanopi pohon – pohon besar disekitarku. Aku terbangun pukul 08.00, subuh sudah terlewatkan dan sahur pun aku tak rasakan. Akhirnya kuputuskan untuk tidak berpuasa. Pagi itu aku merindukan kopi rasa rindu buatan kekasihku. Kopi yang diracik dengan obrolan yang tak ada habisnya yang terkadang membuatku capek mendegarnya.
 “srup,,,ah,,,non aku rindu” ucapku sambil menikmati kopi yang kuseduh dan kunikmati seorang diri. Sambil menikmati kopi, aku menikmati mie instan plus telur yang sebenarnya jarang kunikmati selama pendakian. Biasanya dalam pendakian aku selalu ada menu – menu khusus yang dibuat dengan gizi seimbang untuk memenuhi kalori yang dibutuhkan, yang pasti mudah dibuat dan dibawa.
Setelah sarapan dan packing aku melanjutkan perjalanan menuju Cikasur melewati Pos Mata Air Satu, Pos Mata Air Dua, Alun-alun  Kecil, Alun-alun Besar kemudian Cikasur. Semakin dalam pemandangan yang disuguhkan Argopuro semakin rupawan. Rimbunnya hutan hujan tropis yang menghijau sepanjang masa dengan medan yang tidak begitu menanjak. Estimasi yang kubutuhkan sekitar 6 jam untuk sampai di Cikasur.
 Sepanjang perjalanan menuju Cikasur banyak tersaji pemandangan yang sangat memikat mata dan hati, Alun-alun kecil dengan padang ilalang yang tak terlalu besar dengan rumput keritingnya memberikan kejutan tersendiri setelah melewati rimbunnya hutan hujan tropis. Dan aku berjalan hanya seorang, ditemani matahari yang seolah menunjukkan garangnya dengan sinarnya yang menyengat.
Sepanjang perjalan, aku mulai menyelami diriku yang semakin dalam aku menyelam semakin aku tak mengenalnya. Mulai timbul beribu pertanyaan yang seolah membuat bertambah berat beban carierku yang menjalar ke otakku. Aku menemukan kenikmatan yang selama ini tak pernah kudapat dari perjalana – perjalanan sebelumnya. Argupuro benar – benar milik ku seorang kala itu, dan dewi Rengganis tetap menertawakan kesendirianku. Padang savana di Alun alun besar menambah asyik kesendirianku, tak nampak mahkluk hidup selainku dan savana luas yang berwarna coklat keemasan diselinggi beberapa pohon yang membuatku merasa terdampar di surga yang sengaja tercecer di Indonesia.

#30DWC
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day8

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.