Argopuro #2
Aku
berjalan menembus malam yang terasa dingin sambil sesekali memandang bulan.
Rencananya aku akan bermalam di pos Mata Air Satu. Estimasi waktu yang
dibutuhkan sekitar 6 jam perjalanan. Aku hanya seorang mungkin akan lebih cepat
dari estimasi waktu biasanya, pikirku kala itu. Dalam lelah aku merasa semakin
kesepian. Langkahku terasa berat seiring bertambahnya waktu. Kali ini pendakian
yang tak kurencanakan secara matang. Tak ada persiapan fisik khusus yang aku
lakukan. Tidak seperti pendakian – pendakian sebelumnya, yang kusiapkan minimal
2 bulan sebelum keberangkatan. Entah setan apa yang merasukiku. Aku tak menyangka
akan senekat ini. Yang kutahu Argopuro terkenal dengan mistisnya, cerita
tentang Dewi Rengganis yang selalu terngiang selama perjalanan. Serasa Dewi Rengganis sedang menertawakan kesendirianku.
Tepat pukul
01.00, kaki dan mataku tak bisa diajak berkompromi. Rasa lelah yang teramat
memaksaku harus mencari tempat untuk mendirikan tenda meskipun target untuk
hari ini adalah pos Mata Air Satu. Tapi aku tak kuasa untuk terus berjalan
menyelesaikan target. “oke, sampai disini dulu, persetan dengan Mata
Air Satu, hai Dewi Rengganis” ucapku dengan lantang untuk menghibur kesendirianku.
Malam itu masih sangat terang oleh rembulan, pohon – pohon tinggi terlihat menjulang
memberi keangkuhan pada hutan hujan tropis yang dikuasi oleh sang dewi.
Malam itu
aku begitu lelap tertidur, sang suryalah yang membangunkanku lewat hangatnya di
balik rimbunanya kanopi pohon – pohon besar disekitarku. Aku terbangun pukul
08.00, subuh sudah terlewatkan dan sahur pun aku tak rasakan. Akhirnya kuputuskan
untuk tidak berpuasa. Pagi itu aku merindukan kopi rasa rindu buatan kekasihku.
Kopi yang diracik dengan obrolan yang tak ada habisnya yang terkadang membuatku
capek mendegarnya.
“srup,,,ah,,,non aku rindu” ucapku sambil menikmati kopi
yang kuseduh dan kunikmati seorang diri. Sambil menikmati kopi, aku menikmati
mie instan plus telur yang sebenarnya jarang kunikmati selama pendakian. Biasanya
dalam pendakian aku selalu ada menu – menu khusus yang dibuat dengan gizi
seimbang untuk memenuhi kalori yang dibutuhkan, yang pasti mudah dibuat dan dibawa.
Setelah sarapan
dan packing aku melanjutkan
perjalanan menuju Cikasur melewati Pos Mata Air Satu, Pos Mata Air Dua,
Alun-alun Kecil, Alun-alun Besar
kemudian Cikasur. Semakin dalam pemandangan yang disuguhkan Argopuro semakin
rupawan. Rimbunnya hutan hujan tropis yang menghijau sepanjang masa dengan
medan yang tidak begitu menanjak. Estimasi yang kubutuhkan sekitar 6 jam untuk
sampai di Cikasur.
Sepanjang perjalanan menuju Cikasur banyak tersaji
pemandangan yang sangat memikat mata dan hati, Alun-alun kecil dengan padang
ilalang yang tak terlalu besar dengan rumput keritingnya memberikan kejutan
tersendiri setelah melewati rimbunnya hutan hujan tropis. Dan aku berjalan
hanya seorang, ditemani matahari yang seolah menunjukkan garangnya dengan
sinarnya yang menyengat.
Sepanjang perjalan, aku mulai menyelami diriku yang semakin
dalam aku menyelam semakin aku tak mengenalnya. Mulai timbul beribu pertanyaan
yang seolah membuat bertambah berat beban carierku yang menjalar ke otakku. Aku
menemukan kenikmatan yang selama ini tak pernah kudapat dari perjalana –
perjalanan sebelumnya. Argupuro benar – benar milik ku seorang kala itu, dan
dewi Rengganis tetap menertawakan kesendirianku. Padang savana di Alun alun besar menambah
asyik kesendirianku, tak nampak mahkluk hidup selainku dan savana luas yang
berwarna coklat keemasan diselinggi beberapa pohon yang membuatku merasa
terdampar di surga yang sengaja tercecer di Indonesia.
#30DWC
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day8
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day8
Tidak ada komentar: