Anakaku Kurus (kurang gizi) bagian 1
Tulisan ini
kubuat untuk menolak lupa akan perjalanku membersamai tumbuh kembang Lestari.
Anak pertamaku yang berperawakan kecil. Ketika akan menulis ini dan mengingat
setiap moment dari waktu kewaktu membuatku malu dan merasa bersalah. Ada
perasaan berdosa akan kemampuanku yang pas-pasan dalam merawatnya dan bertumbuh
dengannya. Semoga kelak kau bisa baca ini nak, dan mengambil pembelajaran dari
sini.
Berbicara
tentang tumbuh kembang anak, pasti yang terlintas pertama dalam benak kita
adalah pertumbuhan fisiknya. Tak dapat dipungkiri memang pertumbuhan fisik
merupakan pertumbuhan yang bisa dilihat secara kasat mata. Lestari terlihat
kecil dan kurus bila diandingkan dengan teman seusianya. Jika dilihat berat
badanya dari kurva KMS, dia memang dibawah kurva semestinya dia tumbuh, namun
masih berada pada zona di atas bayi kurang gizi (pembelaan si emak).
Kondisinya
yang mungil kadang membuat iba orang – orang sekitarnya yang melihat, dan hal
semacam itu sangat menyayat hatiku sebagai ibunya. Ada persaan gagal menjadi
seorang ibu. Perasaan tidak terima ketika orang – orang terdekat bilang sesuatu
yang seolah mendakwaakan ketidak becusanku dalam merawatnya. Aliran rasa yang
tak tersalurkan membuatku hampir gila. Segala hal aku lakukan sebagai upaya membuatnya
terlihat gemuk, dan itu semua menutup nuraniku. Banyak hal yang aku lakukan,
mulai dari memberinya berbagai macam vitamin, pijat untuk memperbaiki perut yang
diharapkan dapat menaikan nafsu makan dan konsultasi ke dokter spesialis anak
yang punya klinik tumbuh kembang anak.
Dari hasil
observasi sang dokter, Lestari termasuk dalam bayi dengan gizi kurang jika
melihat berat badannya berdasarkan usianya. Penyebabnya adalah karena kurangnya
asupan nutrisi. Lestari memang tergolong anak yang sulit makan dengan menu 4*,
menu yang terdiri dari karbohidrat, protein hewani, protein nabati dan sayur. Ada
kemungkinan trauma pada makanan karena pernah dipaksa untuk makan. Selain itu
ada indikasi gangguang pada oromotor yang terlihat dari ketidakmampuannya dalam
makan makanan bertekstur kasar sesuai dengan tahapan usianya.
Lantas seperti
apa penangannya?
Dalam kasus
semacam ini, hal pertama yang harus dikejar adalah kenaikan berat badannya dan
secara bertahap menanggani oromotornya. Dokter menyarankan melakukan tidakan
sonde (pemasangan selang untuk memberikan makanan/minuman lewat hidung) sebagai
upaya untuk memasukan susu formula tinggi kalori untuk mengejar ketertingalan
berat badanya. Namun seketika itu aku menolaknya, dan yakin bisa memberinya nutrisi
lebih lewat mulutnya. Sebagai ibunya aku lebih mengerti kondisi anakku. Menurutku
tindakan itu kurang tepat, akan ada banyak efek negatif untuk Lestari.
Dalam proses
ikhtiar menaikan berat badan, kami berdua dalam kondisi tertekan. Aku tertekan
karena memaksanya untuk minum susu sesuai aturan yang dokter berikan. Lestari
tertekan karena dipaksa minum susu formula yang selama ini dia lebih dominan
minum ASI. Itu sangat berat buat kami meskipun terlihat hasilnya dengan
keniakan berat badan 4 ons dalam 1 minggu. Tekanan tak hanya seputar makan dan
minum susu, terapi oromotor pun juga sangat menekan kami. Karena saat itu
prosesnya sangat memaksa Lestari untuk mau disikat, dan dia tipikal pejuang
yang keras untuk menolak dipaksa. Terapi hanya berlangsung tiga kali pertemuan,
aku tak tega melihat Lestari dan saat itu kuputuskan untuk berhenti terapi dan
akan melatih oromotornya dengan cara lebih halus.
Lantas apa
yang terjadi selanjutnya, insyaAllah aku akan menyambungnya lain waktu. Karena hayati
sudah sangat lelah pemirsa.
#30DWC
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day12
Tidak ada komentar: