Argopuro #8
Sekian lama waktu kuhabiskan untuk larut dalam penyesalan. Sampai aku tersadar dan harus bangkit melawan keputus-asaan. Dengan sisa tenanga aku bangun, rasa nyeri pada tulang rusukku tak tertahankuan. Aku kembali tersungkur, dengan merangkak aku ambil carierku, kupungut barang yang berceceran. Kudapati roti kelapa berbungkus merah yang tingal setengah. Aku berusaha untuk bangkit lagi, namun aku masih tak mampu. Sambil bersandar pada carier aku menata hatiku dengan nafas yang tersengal-sengal. Aku berada pada titik nol, hatiku benar-benar lapang, aku benar-benar merasakan kekuasan sang pencipta. Menikmati rasa sakit dengan syukur, semangatku beranjak naik. Rasa penyesalanku pupus seketika. Aku menyadari bahwa aku hanyalah seorang hamba, kupasrahkan sepenuhnya hidupku kepadaNya.
Sembari kunikmati biskuit kelapa berbungkus merah, aku melihat sekelilingku untuk mencari titik kebardaanku dan mencari jalan pulang. Yang kutahu aku harus keluar dari jurang ini untuk menemukan jalur pendakian semestinya. Dengan mengumpulkan semangat energi dan meminta pertolongan Tuhan aku mulai bisa berdiri meskipun rasa nyeri masih sangat terasa. Aku berusaha untuk naik menuju jalur pendakian, namun aku tak bisa. Jurang ini begitu dalam, fisikku tak kuasa untuk melewatinya.
Akupun terdiam sembari berfikir keras mencari jalan lain. Logikaku mengatakan aku hanya perlu mengintari lembah pada jurang ini. Melipir melewati punggungan nanti pasti akan ketemu jalur pendakian. Toh medan ini kan naik turun punggungan dan tujuanku adalah menuju taman hidup. Tamana hidup adalah sebuah danau yang pastinya daerah lebih rendah dari Alun-alun Lonceng.
Semangatku membara seolah aku selangkah lagi menuju Taman Hidup dan selangkah lagi akan pulang. Aku berjalan sambil menahan rasa sakit pada tulang rusukku, terlihat memar di sekitar dada dan perut. Aku terus berjalan menuju sinar matahari. Berjalan perlahan namun pasti dengan carier yang terasa berat kembali. Sesekali kulihat tam tangan kado dari kekasihku. Aku harus mengatur waktu, tenanga dan persediaan makanaku dengan benar. Aku tak tahu medan kali ini, sampai berapa lama aku akan menemukan Taman Hidup. Setelah tiga jam perjalanan aku menemukan jalan setapak, hatiku sangat lega. Kulihat sekitarku seolah aku tidak asing dengan jalur ini. Terus kuikuti jalur itu meski sesekali hilang dan kembali kerimbunnya semak belukar. Namun aku terus berjalan lurus. Aku beruntung tak menemukan persimpangan yang pastinya akan membuatku bimbang dalam menentukan pilihan.
Hari sudah mulai gelap, kuputuskan untuk mencari tempat bermalam. Aku harus hemat tenaga untuk dapat pulang, tak ada yang bisa menolongku kecuali Tuhan dan diriku sendiri. Dengan susah payah kudirikan tenda. Aku rebahan dalam tenda sambil mengelus dada dan perutku yang terasa sakit. Kupaksakan untuk terpejam dan melupakan kejadian kemarin namun aku tak bisa. Diamku malah menghantui akan kejadian kemarin, tapi aku harus tetap bermalam disini. Keinginan ku untuk pulang begitu tinggi, aku tak mau menjadi kalap dan memaksakan untuk melakukan perjalanan malam. Kupaksakan untuk tertidur, sambil kuputar lagu dengan MP3. Tepat lagu Aku tidak Sinting dari Doel Sumbang. Kenanganku akan Alun-alun Lonceng kembali dan seolah kali ini kekasihku ada di sampingku. Menemaniku menikmati lagu kesukaanya.
#30DWC
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day23
#30DWCJILID11
#Squad5
#Day23
Tidak ada komentar: