Fitra Keimanan
Tulisan ini kubuat sebagai bentuk rileksasi diri untuk menjaga kewarasan , dan sebagai pengingat setiap moment yang aku alami. Semoga kelak Lestari sempat membacanya.
Perjalanan menjadi seorang ibu adalah perjalan panjang, sepanjang perjalanan sebagai seorang manusia. Tak dapat dipungkiri seperti apa riwehnya ketika menjadi seorang ibu, ada manusia lain yang sedang berebut kehidupanmu. Ada kalanya hati dan perasaanmu dipermainkan dengan tingkah polah yang mengemaskan, tergantung kau melihatnya dari sudut pandang mana. Seperti hari ini yang aku alami. (emak mulai curhat hahaha).
Hari ini Surabaya sangat panas, aku dan Lestari berusaha berdamai dengan cuaca awal kemarau. Seperti biasa aktivitas pagi yang kami lakukan adalah jalan-jalan pagi untuk berbelanja sambil belajar banyak hal. Hari ini Lestari lumaya pintar menunjukan kemauannya. Banyak rengekan sesekali diselinggi teriak tangisan.
Awalnya ia ingin bermain peralatan dapur si emak, terutama ulekan garam, gula dan tepung kanji. Aku berusaha menerapkan apa saja boleh asal yang tidak boleh. Yang tidak boleh disini adalah yang membahayakan jiwanya dan orang lain dan berbuat melangar norma. Setelah belajar tentang pendidikan berbasis fitrah dan metode montessori aku mulai tersadar akan peranan sebagai seorang ibu. Peran sebagai observer dan fasilitator dengan tugas utamanya adalah menyemai fitra, mengikat makna dan meluaskan cinta. Dan itu semua dibutuhkan tingkat kewarasan dan kesadaran yang tinggi, meskipun kadang emak banyak kilafnya.
Pertama dia sangat asyik dengan mencampur tepung kanji dan garam dalam mangkok kecil. Selang beberapa waktu ia mulai meminta air untuk dicampurkan dan membuat sebuah adonan. Kuturi permintaannya, kupindah tempat bermainnya di teras yang semula bermain di depan rak piring. Selain air kuberikankan pula 3 pewarna makanan (merah, kuning, biru). Ia sangat antusias bermain kanji, garam yang dicampur air di tambah pewarna pula. Hari ini ia belajar perpaduan warna yang menghasilkan warna baru. Si emak hanya menyaksikan dan menahan diri untuk tidak mengintrupsi apa saja yang ia dilakukan.
Lestari mengulang aktifitas menuang air terus menerus ke dalam adonan dengan percampuran warna. Setelah air dituang, pewarna dituang dan terjadi terus menerus sampai meluber dan berserakan di lantai. Ia sangat senang menyaksikan lantainya berubah warna dari putih menjadi hijau toska. Aku menahan gemes menyaksikan teras yang sangat kotor dan becek. Sambil sesekali mengingatkan kalau airnya tumpah saking enggak tahanya.
Untunglah dia buang air besar sehingga permainan becek-becekannya berhenti. Setelah menyelesaikan hajatnya ia mandi dan kudandani dengan rapi. Selang beberapa waktu terdengar iqorah masjid penada akan sholat jum’at. Ia bergegas keluar rumah menuju kran yang ada di depan. Ku tanya dia bilang mau main air lagi, dan diambilkah kursi kecilnya. Sebenarnya pengenku dia bersiap untuk tidur siang dan kubacakan dogeng. Tapi ya sudahlah macak rilek meski hayati sangat lelah.
Kulihat ia di depan rumah sedang asyik bermain air di kran. Kemudian kutanya dengan wajah berusaha sumringah, “Lestari ngapain?” udu bu, ayi mau lat”(wudhu bu, tari mau sholat). Seketika pikiranku melayang tentang fitrah keimanan. Yang menurut frameworknya di usia 2 tahun dengan indikatornya, Antusias dan gairah kecintaan kepada Allah, Rasullah dan islam. Ada kesejukan dalam hatiku melihat Lestari seperti itu. Ia mulali tahu syarat sah sholat adalah berwudhu. Meskipun ia belum tahu cara berwudhu yang benar. Setelah wudhu dia masuk dan mengambil mukenah kecil lungsuran dari kakak sepupunya. Ia sholat dengan gerakan hampir sempurna, dimuali dari takbiratul ikhrom, rukuk, sujud dan salam meskipun tak sesuai. Hatiku sangat adem melihat peristiwa siang tadi. Doakan bapak ibumu nak, agar selalu terjaga kewarasannya, agar tetap rilek dalam menemanimu dan selalu memperbaiki diri.
Surabaya, 20 April 2018
Perjalanan menjadi seorang ibu adalah perjalan panjang, sepanjang perjalanan sebagai seorang manusia. Tak dapat dipungkiri seperti apa riwehnya ketika menjadi seorang ibu, ada manusia lain yang sedang berebut kehidupanmu. Ada kalanya hati dan perasaanmu dipermainkan dengan tingkah polah yang mengemaskan, tergantung kau melihatnya dari sudut pandang mana. Seperti hari ini yang aku alami. (emak mulai curhat hahaha).
Hari ini Surabaya sangat panas, aku dan Lestari berusaha berdamai dengan cuaca awal kemarau. Seperti biasa aktivitas pagi yang kami lakukan adalah jalan-jalan pagi untuk berbelanja sambil belajar banyak hal. Hari ini Lestari lumaya pintar menunjukan kemauannya. Banyak rengekan sesekali diselinggi teriak tangisan.
Awalnya ia ingin bermain peralatan dapur si emak, terutama ulekan garam, gula dan tepung kanji. Aku berusaha menerapkan apa saja boleh asal yang tidak boleh. Yang tidak boleh disini adalah yang membahayakan jiwanya dan orang lain dan berbuat melangar norma. Setelah belajar tentang pendidikan berbasis fitrah dan metode montessori aku mulai tersadar akan peranan sebagai seorang ibu. Peran sebagai observer dan fasilitator dengan tugas utamanya adalah menyemai fitra, mengikat makna dan meluaskan cinta. Dan itu semua dibutuhkan tingkat kewarasan dan kesadaran yang tinggi, meskipun kadang emak banyak kilafnya.
Pertama dia sangat asyik dengan mencampur tepung kanji dan garam dalam mangkok kecil. Selang beberapa waktu ia mulai meminta air untuk dicampurkan dan membuat sebuah adonan. Kuturi permintaannya, kupindah tempat bermainnya di teras yang semula bermain di depan rak piring. Selain air kuberikankan pula 3 pewarna makanan (merah, kuning, biru). Ia sangat antusias bermain kanji, garam yang dicampur air di tambah pewarna pula. Hari ini ia belajar perpaduan warna yang menghasilkan warna baru. Si emak hanya menyaksikan dan menahan diri untuk tidak mengintrupsi apa saja yang ia dilakukan.
Lestari mengulang aktifitas menuang air terus menerus ke dalam adonan dengan percampuran warna. Setelah air dituang, pewarna dituang dan terjadi terus menerus sampai meluber dan berserakan di lantai. Ia sangat senang menyaksikan lantainya berubah warna dari putih menjadi hijau toska. Aku menahan gemes menyaksikan teras yang sangat kotor dan becek. Sambil sesekali mengingatkan kalau airnya tumpah saking enggak tahanya.
Untunglah dia buang air besar sehingga permainan becek-becekannya berhenti. Setelah menyelesaikan hajatnya ia mandi dan kudandani dengan rapi. Selang beberapa waktu terdengar iqorah masjid penada akan sholat jum’at. Ia bergegas keluar rumah menuju kran yang ada di depan. Ku tanya dia bilang mau main air lagi, dan diambilkah kursi kecilnya. Sebenarnya pengenku dia bersiap untuk tidur siang dan kubacakan dogeng. Tapi ya sudahlah macak rilek meski hayati sangat lelah.
Kulihat ia di depan rumah sedang asyik bermain air di kran. Kemudian kutanya dengan wajah berusaha sumringah, “Lestari ngapain?” udu bu, ayi mau lat”(wudhu bu, tari mau sholat). Seketika pikiranku melayang tentang fitrah keimanan. Yang menurut frameworknya di usia 2 tahun dengan indikatornya, Antusias dan gairah kecintaan kepada Allah, Rasullah dan islam. Ada kesejukan dalam hatiku melihat Lestari seperti itu. Ia mulali tahu syarat sah sholat adalah berwudhu. Meskipun ia belum tahu cara berwudhu yang benar. Setelah wudhu dia masuk dan mengambil mukenah kecil lungsuran dari kakak sepupunya. Ia sholat dengan gerakan hampir sempurna, dimuali dari takbiratul ikhrom, rukuk, sujud dan salam meskipun tak sesuai. Hatiku sangat adem melihat peristiwa siang tadi. Doakan bapak ibumu nak, agar selalu terjaga kewarasannya, agar tetap rilek dalam menemanimu dan selalu memperbaiki diri.
Surabaya, 20 April 2018
Tidak ada komentar: