Self Improvement a Profesional Parenting
https://ghanatalks.com |
Wisuda dan Talkshow bertemakan
“self improvement a profesional parenting”
dibawakan asyik dan menarik oleh pasangan suami istri yang telah lama
berproses dan bisa dikatakan sudah dapat menempatkan dirinya sebagai orang tua
yang profesional. Mereka adalah Uis Kurniawati dan Adri Suyanto.
Sekilas tak ada yang berbeda dengan pasangan ini, namun ketika mereka
mulai berbagi ilmu terlihatlah keymistery
diantara mereka yang berbalut dengan candaan yang penuh romantis. Tentang
berproses mereka dan semangat belajar mereka yang secara langsung tertular dan
membuatku merasa malu akan kefakiran ilmu yang aku punya, apalagi seputar amanah
yang langsung dititipkan oleh pemilik semesta yaitu Lestari.
Tema yang diusung sangat menarik, ada hal penting yang harus dituntaskan
sebelum menuju orang tua yang profesional, yaitu mengetahui kekuatan dan
kekurangan diri sendiri dan memahami langkah yang harus diambil untuk
memperbaiki diri (self improvment).
Mas Adri memulai dengan icebreking
yang membuaut refresh otak kami,
pasti ada banyak keruwetan yang dialami sebelum bisa sampai dan duduk manis
menikmati sajian hangat penuh gizi dari mereka. Apalagi buat mamak beranak banyak
hahaha.
Setelah ice breking mas Adri
mulai bercerita tentang banyak hal, terutama tentang peran seorang suami dan
bapak. Beliau memaparkan bahwa dalam 17 ayat pengasuhan dalam Al-Qur’an ada 14
ayat adalah dialog antara bapak dengan anak. Dari sini menunjukan bahwa seorang
bapak mempunyai peran yang sangat penting dalam pengasuhan anak. namun banyak
fenomena, si bapak menyerahkan sepenuhnya ke istrinya. Selain itu ada beberapa
masyarakat yang beranggapan ketika seorang suami mengerjakan pekerjaan rumah
tangga dinilai tidak wajar atau saru. Dulu aku juga beranggapan seperti itu,
ada perasaan malu ketika mas Wahyu membantuku dalam pekerjaan domestik.
Mas Ardi juga menyinggung tentang egosentris
pada anak. beliau menceritakan tentang anak pertama dan keduanya yang berbeda
karena treathmen mereka yang berbeda.
Anak pertama cenderung lebih pelit karena fitrah egosentisnya tak mekar sempurna, karena keterbatasan ilmu yang
mereka punya dulu. Beliau menekankan bahwa fase egosentris pada anak adalah di
usia 1 – 5 tahun, dimana anak belum bisa diajak untuk berbagi. Dimasa itu anak
hanya bisa bermain bersama dengan mainannya masing-masing.
Sebelum taklshow dilanjutkan
oleh teh Uis, mas Ardi juga menyinggung sedikit tentang inner child. Dimana dia punya peranan penting dalam kehidupan kita
sekarang. Inner child merupakan
bagian dalam diri seseorang yang merupakan hasil dari pengalaman masa kecilnya,
salah satu bagian dari alam bawah sadar.(www.maxima.id). “hati-hati dengan inner child, karena dia akan muncul dalam kondisi terdesak” ucap
mas Ardi memberi penekanan. Beliau juga bercerita tentang kisah pilu seorang
ibu yang membunuh tiga orang anaknya, karena si ibu berpikir untuk memutus dosa
jariyah yang dilakukannya. Ia berpikir ketika anak-anaknya besar dan punya anak
kelak akan bersikap sama sepertinya, seperti yang ibunya lalukan dulu
kepadanya. “duh merinding ngeri dengar ceritanya, dan ada ketakutan dalam diri
ini. Apakah inner childku sudah
tuntas?sepertinya belum, harus
dituntaskan” ngomong sambil ngaca.
Takshow dilanjutkan oleh teh Uis, beliau mulai bercerita caranya
menuntsakan inner childnya. Beliau
menuntsakan dengan cara bercerita sambil berderai air mata ketika mengingat
masa lalu yang membuat gajalan dihatinya. Kemudian mencari penyebab akan
kejadian-kejadian yang ternyata masih menciderai hatinya sampai saat itu.
Setelah itu mencari solusi dan memaafkan setiap kejadian-kejadian itu.
Teh uis juga menuturkan cara menghapus inner child menurut Dr. Amir Zuhdi seorang pakar neuroperenting. Menurut Dr. Amir modul
tentang masa lalu bisa terlihat dari garis tangan seseorang. Jika garis tangan
tegas, maka kenangan masa lalunya sangat keras. Karena ini bisa dijelaskan
secara ilmiah dengan hormon tubuh. Untuk hal ini tidak dijelaskan secara detil,
mungkin memang harus berguru pada pakarnya langsung. Gimana mas wahyu? Yuk budali maneh. Ada tiga cara
menghapus inner child menurut Dr.
Amir, pertma dengan mengingatnya kembali, kembali ke masa lalu tentang suka dan
dukanya. Kemudian mencari kesalahannya dan mencari penyebabnya dan yang paling
penting adalah memaafkannya. Inner child
yang negatif harus disembuhkan jika tidak akan terulang kembali ke anak dan
akan menjadi dosa jariyah.
Selanjutnya teh Uis membahas tentang “self improvment/mensucikan diiri” yang ternyata ada 5 pilar.
1.
Mu’ahadah (mengingat kembali perjanjian dengan Allah)
Dalam hal pengasuhan anak, sebagai orang tua kita
harus sadar penuh bahwa anak adalah amanah dari Allah yang kelak akan di
pertanggung jawabkan. Terkadang kita lupa (aku maksudnya) bahwa anak bukan
sepenuhnya milik kita, dimana kita bisa seenaknya berbuat sesuatu. Tiap anak
terlahir dengan fitrahnya, mereka memiliki visi tersendiri yang sengaja Allah
ciptakan. Dengan mengingat kembali perjanjian dengan Allah kita akan lebih
berhati-hati dalam menjaga amanah yang Allah titipkan. Teh Uis berpesan untuk
membuat salah satu reminder/ mu’ahadah
yang menjadi list doa tambahan untuk
pengasuhan anak.
2.
Muroqobah (mendekatkan diri pada Allah)
Tuliskan amalan khusus agar Allah bisa melihat kita
lebih dekat dalam pengasuhan anak. teh Uis memngamalakan dengan sholat hajat
sebelum membersamai anak. menurut beliau mengasuh anak adalah hajat yang sangat
besar, harus dipersiapkan secara sunguh-sunguh. Ini adalah langkah beliau dalam
mendekatkan diri ke Allah perihal pengasuhan.
3.
Mujahadah (bersungguh-sunguh)
Tuliskan dengan sunguh-sunguh dalam pengasuhan anak,
buat peta keluarga. Untuk peta keluarga saya belum paham sama sekali.
4.
Muhasabah (evaluasi pencapaian)
Evaluasi diri sebagai orangtua (fasilitaor), hubungan antara
suami dengan istri. Ini modal penting dalam menjalani kehidupan bersaa
keluarga.Perbanyak komunikasi dengan orangtua. Tulis berapa kali
sebulan/seminggu untuk evaluasi dengan suami.
Evaluasi pada anak akan lebih mudah ketika membuat
buku jurnal anak. Jadi bisa tahu tiap tumbuh kembang anak.Prinsip evaluasi tidak
sedang membandingkan anak kita dengan anak lain seusianya, tapi membandingkankan
dirinya sebelumnya dan sekarang.
5.
Muaqodah,
menghukum diri.
Tuliskan reward
dan punisment untuk diri sendiri
bukan untuk anak bisa beracuan pada evaluasi pencapian pada pilar nomor empat.
Ini hasil catatanku dan beberapa dari teman yang
mengikuti talkshow. Aku belum bisa
fokus dalam mengikuti tiap materi. Masih ada kegundahan ketika meninggalkan
Lestari di Kind Corner. Mungkin
mamang pertama kali buat kami bertiga. Termasuk pertama kalinya bagiku menulis
sebuah laporan talkshow, mohon
dimaafken ketika masih banyak kekurangan dan mbuletnya kalimat yang kubuat, sungkem satu-satu ah. Banyak
pembelajaran dari sini, semoga ke depan bisa belajar lagi dan lagi.
Tidak ada komentar: